“Ma!
Aa ada tugas bikin blog nih!” si sulung pulang ke rumah dengan wajah kusut,
“Mam,
pinjem netbook donk! Aku ada tugas!” adiknya ga mau kalah,
Dan,
saya tersenyum saja, bingung mau ngomong apa, posisi saya sedang terjepit, di
satu sisi saya harus jaga warung, di satu sisi mereka butuh bimbingan saya
sebagai ibu mereka yang mereka anggap lebih tau masalah ‘ngeblog’ dan
tulas-tulis menggunakan komputer.
Hari
ketujuh abahku meninggal, di rumah saya sibuk, mengatur semua keperluan acara tujuhna,
di rumah abah juga. Anak-anak saya semua ngumpul. Harapan saya waktu itu,
mereka membantu saya yang bener-bener repot dengan dua pekerjaan sekaligus,
melayani pembeli dan menyiapkan penganan buat acara tahlilan.
Tapi
kenyataannya??
Saya
kecewa berat, mereka lebih asyik mengerjakan tugas dari gurunya daripada
membantu saya. Sayapun harus menarik nafas dalam-dalam. Dan mengalah dengan
menutup warung untuk sementara waktu, ya sehari saja cukup walaupun saya merasa
sayang sekali jika warung tutup walau sehari, karena pendapatan hari itu
berarti nol.
Alhamdulillah
selesai juga menyiapkan penganan yang jumlahna seratus kantong itu, tapi kakak
saya masih butuh bantuan karena acara memasak di rumah abah masih belum kelar,
sedangkan waktu berlalu terasa begitu cepat, dan sebelum adzan magrib
berkumandang, penganan untuk acara tahlil harus sudah siap.
“Ma,
gimana atuh cara bikin blog téh, kok aku gagal terus sih?” si Sulung
merajuk ditengah kesibukan, saya hanya meliriknya,
“Nanti
kalau mama sudah beres mama bantu, kan tadi sudah dicontohin caranya!” mata
saya tetap fokus pada makanan yang sedang disiapkan, si Sulungpun manyun.
“Tapi
Ma, nanti malam harus sudah dikirim ke guru, aku maunya dapat nilai 10!”
Gerrrr,
pengennya sih saya marah lihat sikap si Sulung yang kurang sabaran, tapi saya
tetap jaga supaya emosi tidak meledak.
Lalu,
si kecil menangis tiba-tiba, dan yang menyebabkan dia menangis karena dijailin
si Sulung, waduhhh! Astagfirullah! Saya tarik nafas lagi lebih dalam.
“Aa,
kamu sudah SMA kan? Bisa sabar dikit ga?” emosi saya mulai naik, si Sulung
melengos dan melemparkan bola karet kecil kearah saya sebagai pelampiasan
amarahnya, walaupun tidak mengenai muka saya tapi itu perbuatan yang membuat saya
merasa dipermalukan di depan saudara-saudara saya. Saya menunduk menahan marah
dan air mata yang mulai meleleh. Saya biarkan si Sulung pulang ke rumah tanpa
sepatah katapun saya lontarkan.
Dalam
hati saya berdo’a semoga si Sulung menyadari kekeliruannya dan meminta maaf,
ternyata betul beberapa menit kemudian dia kembali ke rumah abah dan berkata:
“Ma,
aku berhasil buat blog sendiri, sudah dikirim ke guru, dan langsung dapat nilai
10 karena mengerjakan tugas sebelum DL!” serunya bahagia, saya tersenyum dan
menggodanya,
“Tuh
kan kata mama juga apa? Kamu bisa mengerjakan tugas sendiri, tadi kenapa kamu
lempar mama pakai bola?”
“Maafin
Aa Ma!, habisnya kesel! “
Ya Allah,
andai saja saya tidak sabar menghadapi kelakuan si Sulung, atau bahkan mencacinya
didepan keluarga besar saya, mungkin urusuan akan tambah runyam.
Setelah
kejadian itu saya teringat almarhumah emak saya yang sungguh penyabar dan baik
hati, emak tidak pernah marah-marah dengan meledak-ledak, bahasa yng digunakan
selalu bahasa Sunda yang halus dan sopan.
Terbayang
kejadian dulu sewaktu saya masih kecil, saya pernah membuat emak kesel di depan
keluarga besarnya karena kelakuan nakal saya, tapi emak tidak memarahi saya,
bahkan emak memaafkan saya. Akhirnya sayapun mengalaminya, persis seperti yang
emak alami dulu.
Maafkan
saya Mak! Semoga emak damai disisiNYA aamiin!
Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
BalasHapusSegera didaftar
Salam hangat dari Surabaya
Coba cek lagi linknya Jeng
BalasHapusKalimat terakhir mengingatkan saya pada lirik lagu khasidah Nidaria....judulnya dulu dan kini
BalasHapusAssalamu "alaikum mbak.
BalasHapusAihhh..sebeng bisa sampai di sini dan membaca tulisan mbak. Jadi kebayang rempongnya menghadapi kerjaan plus kerewelan anak-anak.
Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan pada mbak...