“ Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya
di jalan Allah, seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada
setiap tangkai ada sseratus biji, Allah melimpat gandakkan bagi siapa yang Ia kehendaki,
dan Allah Maha Luas, Maha mengetahui.”
(QS: ALBaqoroh: 261)
“Tangan yang diatas lebih baik dari tangan yang
dibawah”
***
Sebagai
umat Islam, sudah barang tentu ayat Al-Qur’an dan hadits tersebut diatas yang
saya pegang ketika akan melakukan shodaqoh, begitu juga dengan saudara-saudara
muslim lainya.
Siapa
yang engga ‘ngiler’ dengan janji Allah SWT tersebut diatas, bahwa jika kita
memberi shodaqoh hanya seribu rupiah saja, maka Allah akan menggantinya dengan
tujuh ratus kali lipat, bayangkan saja jika dihitung secara logis matematis
kita akan mendapakan ganti sebesar tujuh ratus ribu, hmmm gede banget ya!
Dan
pasti Allah tak akan pernah ingkar pada hambaNya, mungkin saja penggantian uang
seribu rupiah itu tidak langsung diberikan secara ‘blek’ langsung dari langit, tapi bisa juga dengan penggantian
berupa makanan, pakaian, minuman yang menyehatkan, atau pulsa,ongkos gratis yang
jika ditotalkan atau dikalkulasikan secara materi akan berjumlah tujuh ratus
ribu rupiah.
Atau
bisa jadi dengan berupa uang sebesar tujuh ratus ribu rupiah, yang tanpa kita
sadari ketika mendapatkannya, bisa berupa pemberian saudara, orangtua, teman,
dan sebagainya.
Nah,
jika sekali saja kia memberi sudah mendapatkan penggantian begitu besar, apalagi
jika berkali-kali. Subhan Allah!
Dan
seperti hadits Rasulullah, bahwa tangan diatas lebih baik dari tangan di bawah
yang maksudnya adalah orang yang memberi itu lebih mulia dar otang yang
meninta-minta.
Bagaimana
dengan pengemis yang sekarang semakin banyak bermunculan?
Kita
husnudzan (berbaik sangka) saja kalau
mereka menjadi pengemis memang karena terdorong kebutuhan ekonomi yang mendesak
sehingga mereka bukannya tidak tahu kalau tangan yang diatas itu ternyata lebih
mulia dari tangan yang di bawah.
Tapi,
ternyata banyak dari para pengemis itu yang penghasilnanya lebih besar dari
para guru honor, yang nota bene gaji guru honor sebulan rata-rata dua ratus
ribu rupiah, sedangkan para pengemis itu mendapatkan dua ratus ribu rupiah hanya
dalam sehari, mashaa Allah!
Inilah
dilema, inilah fenomenea, ini maslah sosial yang sekarang sedang terjadi di
negeri tercinta ini, semakin banyak orang yang beralih ‘profesi’ menjadi pengemis
karena hasilnya ternyata lebih “wah” dari para pedagang kecil, dengan cara
paling mudah dan tanpa susah payah, hanya bermodal pakaian kumal, dan membawa
kencleng kecil, cukup!
Tak
usah capek bekerja, asal mau kepanasan, kehujanan, dan siap dicaci dan dimaki orang-orang yang lalu lalang.
Dengan
berharap dari belas kasihan orang, dapat deh tuh duit, walaupun cuma recehan,
recehan juga kalau dikumpulin mah
tetep jadi “bukit”.
Dan
menjadi pengemis saat ini sudah menjadi profesi yang paling digemari masyarakat
bawah, dari mulai anak-anak sampai tua renta, bahkan tanpa malu yang gagah
perkasa dan tak tuna daksa atau tuna netra pun ikutan jadi pengemis.
Naudzubillah!
Ada
tetangga saya yang mampu menyicil tiga motor sekaligus dari hasil mengemis, ada
yang sawahnya luas, ada juga yang bisa naik haji, namun ‘keukeuh’ pengemis tetap pengemis meskipun dia berdasi, sebab
seperti sabda Rasulullah, tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah.
Pemerintah
pun tak tinggal diam, banyak kota yang sudah memberlakukan Perda larangan
memberi pada pengemis, dan dendanya tak tanggung-tanggung, ada yang sampai dua
puluh lima juta rupiah, huhh gara-gara ngasih seribu perak hilang uang 25 jeti
buat denda, ogah ahhh!!, mikir sejuta kali sekarang mah.
Dan,
keputusan ada di tangan kita, mau pilih 700 000 janji Allah atau kehilangan 25
juta? Bagai makan buah simalakama jadinya, eittss jangan takut shodaqoh engga
harus ngasih ke pengemis kok, bisa ke tetangga yang kurang mampu, kencleng
masjid, atau untuk perbaikan jalan, atau ke panti asuhan, ngasih jajan ponakan,
dan masih banyak cara buat mendapatkan penggantian dari Allah SWT, yang penting
niatnya ikhlas!
Perda
itu belum cukup ampuh buat meredam jumlah pengemis di kota-kota, karena pada
kenyataanya masih banyak berseleriweran pengemis dimana-mana. Apalagi pengemis
berdasi yang banyak ngumpet di balik meja instansi-instansi pemerintahan.
serba salah jika memberi pada pengemis, di sisi lain ingin memberi sementara di sisi lain itu adalah menyuburkan kemalasan
BalasHapusBetul Joe!
HapusBanyak jalan untuk bersedekah Jeng. Kalau ketemu pengemis ya dikasih saja nggak usah mikir terlalu nlimet soal Perda, ikan atau kail segala macam.
BalasHapusTerima kasih artikelnya yang menggugah
Salam hangat dari surabaya
ya pak dhe, makasih dah mampir dan kasih masukan!
HapusBanyak cara untuk bersedekah, dan sebelum lingkaran kedua, sebaiknya berikan dulu kepada lingkaran pertama ( orang yang terdekat dengan kita ), itu prinsip saya.
BalasHapusSalam
ya betul Abi Sabila, terima kasih dah mampir dan kasih masukan!
Hapus