Sebuah
kejadian yang menimpa anak saya nomor dua, kami memanggilnya Kakak, sekarang
sudah kelas 7 di sebuah pesantren di kota kami, kejadian itu membuat saya
merenung lama dan menyadari kehilafan saya sebagai ibu.
Ketika
duduk di kelas 6, suatu hari sepulang dari sekolah, hari selasa siang waktu
itu. Kakak pulang dengan wajah pucat pasi, keringat membasahi tubuhnya, juga
kepala dan wajahnya, telapak tangannya juga sama, namun tidak terasa demam,
malah kaki dan dan tangannya dingin sekali, dia mengeluh sakit di dadanya, sambil
membaringkan tubuhnya di depan saya yang sedang asyik nulis,
“Ma,
dadaku sakitttt!!!” Keluhnya pelan seraya memegang dadanya, spontan saya
menoleh ke arahnya dan memegang dadanya, Subhanallah! Engga menyangka dadanya
berdegup kencang, degup suaranya sampai terdengar keluar, *seperti dalam film kartun ketika
ada tokoh yang jantungnya berdegup karena kaget, bunyinya sampai terdengar dug
dug dug keras, dan dadanya bergerak-gerak.
Kakak
juga persis seperti itu,
“Kita
ke dokter nanti sore!” bisik saya pelan, dia mengangguk, namun Teteh saya yang melihat kejadian itu
marah besar,
“Jangan
ditunda-tunda itu mah jantung, cepat
bawa ke UGD!” paksanya, saya baru ‘ngeh’ betul banget apa kata saudara
perempuan saya itu, bagaimana kalau ditunda-tunda?
Saya
berlari ke jalan depan rumah memanggil becak, dan segera membawanya ke UGD.
Dokter
jaga di RSUD Cianjur segera memeriksanya, perawat dan dokter juga merasa kaget,
sebab detak jantung itu tak normal, setelah menjelaskan kepada dokter sebisanya, dokter meminta
saya menunggu beberapa saat, sambil menjaga
Kakak, saya menangis dan berdo’a tentunya, walaupun di UGD saat itu
ramai sekali dengan pasien yang datang silih berganti.
Saya
segera menelepon semua keluarga besar, takut terjadi apa-apa dengan Kakak.
Setelah
lama menunggu, dan Kakak diperiksa dengan alat pendeteksi jantung, seorang
dokter menghampiri dan berbisik,
“Maaf
bu, menurut dokter anak yang ada disini, alat-alat disini kurang lengkap,
kemungkinan jantung anak ibu ada sedikit masalah, kami belum bisa melayani
secara maksimal, kami rujuk ke RS Hasan Sadikin saja, gimana bu?”
“Ya!”
tanpa pikir panjang saya mengangguk, dan segera memberi kabar semua saudara
lagi, saya bingung mau apa, sedangkan baru enam bulan yang lalu suami saya
meninggal di RSUD ini.
Diiringi
adzan magrib, kami membawa Kakak ke RS Hasan Sadikin yang jaraknya +/- 60 km
dari Cianjur dengan ambulance, suara ambulance yang memekan telinga itu, mengingatkan
saya kembali pada almarhum suami, airmata terus berderai tak terbendung.
***
Di
RS Hasan Sadikin, Kakak segera ditangani dokter jaga, beberapa pertanyaan
membuat saya bosan menjawabnya, untung ada seorang saudara yang mengantar, jadi
bagian dia yang menjawab pertanyaan setiap dokter yang bertanya, belum lagi pertanyaan
dari para calon dokter yang sedang tugas praktek.
Saya
menunduk dalam, di hati berkecamuk beribu pertanyaan, sayapun lancang bertanya
pada Tuhan,
“Ya
Allah! Kenapa engkau beri saya ujian seberat ini, ada apa dengan saya? Apa salah
saya?”
Sepanjang
malam saya merenung, mengapa tiba-tiba anak saya yang badannya ‘sterek’ dan
jarang sakit ini, tiba-tiba dijangkiti penyakit berat dan vital, secara fisik
dia paling bongsor dan tegap, rasanya tak mungkin kalau tiba-tiba serangan
jantung, hobinya olahraga, ada apa ini?
Saya
terus merenung dan mencari jawaban sendiri, di keheningan malam, dan sepanjang
hari selama Kakak dirawat di RS Hasan Sadikin.
Setelah
berapa hari, saya baru ingat suatu kejadian dulu ketika saya hamil Kakak.
Kehamilan
Kakak, anak saya yang kedua ini tak terdeteksi, saya tidak merasa mual ataupun
ngidam, hanya suami yang berubah aneh, senengnya makan yang pedas-pedas dan
beli rujak, uring-uringan tidak karuan, kami tidak menyadari waktu itu kalau
diperut saya sudah ada janin baru, padahal Aa anak sulung kami baru berumur
delapan bulan.
Saya
tidak ikut program KB karena saya pikir tidak mungkin hamil karena sedang
menyusui, lagi pula saya siap kalau hamil lagi biar si Sulung ada teman main.
Namun
salahnya, saya minum jamu-jamu dan obat warung ketika sakit, tanpa petunjuk
dokter, karena saya tidak sadar sedang hamil, kebetulan setelah kelahiran anak
pertama saya tidak mendapat haid, jadi tidak ketahuan hamil atau tidaknya.
Setelah
sepuluh bulan usia si Sulung baru saya periksa ke dokter karena badan saya jadi
gemuk, setelah cek laboratorium baru ketahuan kalau saya sedang hamil dua
bulan, Astagfirullah!
Mungkin
inilah yang menjadi penyebab ‘konsletnya’ sebagian kecil serabut jantung Kakak,
obat-obatan yang sembarangan saya minum, yang notabene tidak boleh diminum oleh
ibu yang sedang hamil muda.
Ya
Allah saya menerima ujian ini karena kekhilafan saya sebagai ibu,
“Maafkan Mama ya Kakak!, semoga kamu sehat terus sampai akhir hayat, aamiinn!”
“Maafkan Mama ya Kakak!, semoga kamu sehat terus sampai akhir hayat, aamiinn!”
*Alhamdulillah
setelah diberi obat dan mengikuti petunjuk dokter ahli jantung, serta diberi
minum Omega Squalane (Ssst... bukan iklan ya! ) Kakak mulai membaik, kalau habis
bermain bola dan olahraga berat lainnya, Kakak tidak mudah merasa capek lagi.
moga anaknya sehat terus y mbak
BalasHapusAamiinn, trims mba Novi!
HapusAlhamdulillah si Kakak sudah baikan.
BalasHapusDuh memang mengerikan ya kalau lagi hamil minum berbagai macam obat-obatan.
Syukurlah bisa diketahui penyebab sakit si Kakak.
Ya alhamdulillah, trims mba Indah!
HapusAlhamdulillah sekarang kakak sudah sehat kembali ya Teh.
BalasHapusya Kang, trims ya dah mampir!
HapusSemoga Kakak diberi terus diberi kesehatan dan semangat untuk belajar dan beraktivitas yaaaa. Aamiin.
BalasHapusAaammiinn, trims mba Alaika!
HapusIkut deg-degan membacanya
BalasHapusSyokurlah jagoan sehat kembali
Jaga dan awasi anak-anak ya Jeng
Salam hangat dari Surabaya
Ya Pak dhe Inshaa Allah!, trims ya!
BalasHapus