Daftar Isi

Kamis, 06 Februari 2014

Februari Bahagia, Februari Berduka.



Februari  2014 is coming,

Ada dua kenangan di bulan februari yang tidak akan saya lupakan sepanjang hidup, yaitu februari tahun 1998 dan februari tahun 2012.


Di bulan februari 1998, adalah februari yang sangat membuatku bahagia, walaupun kendala banyak menghadang saya dan calon suami waktu itu.

Seorang pria yang sangat saya cintai meminangku dan menikahiku di bulan februari 1998, dengan perhelatan yang sangat sederhana, kami menunaikan sunnah Rasulullah untuk membina rumah tangga dan berjanji untuk sehidup semati.

Kamipun mengisi hari-hari bersama dalam sebuah keluarga, janji kami untuk saling menjaga dan menyayangi kami tunaikan sebaik-baiknya, seiring waktupun kami dikaruniai lima buah hati yang sehat-sehat dan lucu. Kami bahagia sekali.

Apalagi ditambah rizki lain yang berupa materi, mendapat rumah, kendaraan dan sedikit sawah. Kami mensyukuri semua rizki yang kami dapatkan selama ini, dengan selalu menyisihkan sedikit harta untuk zakat, infak dan sedekah.

Namun, selalu saja ada ujian yang menimpa kami selama perjalanan biduk rumah tangga kami, dari mulai riak-riak kecil, sampai badai gelombang yang menghantam dan hampir membuat biduk kami karam, tapi Allah Maha Mendengar do’a dan jeritan hati kami untuk menyelamatkan kami dari segala bala dan musibah.

Allah tak menguji ummatNya jika ummatNya tak sanggup mengahadapinya, setiap ujian itu disesuaikan dengan kemampuan setiap hamba yang beriman kepadaNya.

Ujian bagi kami adalah dengan sakitnya suami, selama tiga tahun. Kami berusaha semaksimal mungkin untuk mengobati suami, alhamdulillah sembuh, namun kemudian diuji lagi dengan sakit yang sama, sembuh lagi, dan akhirnya kambuh untuk ketiga kalinya.

Terkadang suami nampak putus asa, namun saya berusaha untuk meyakinkannya kalau dia akan sembuh seperti semula. Kami berusaha terus berobat dan berdo’a bersama.

Tapi Tuhan berkehendak lain, di bulan februari 2012, suami jatuh sakit lebih parah, dia tidak bisa tidur selama dua minggu, dan bicaranya sudah ngawur, karena pengaruh tidak tidur tersebut.

Suami menasihati dan mewasiatkanku segala hal, termasuk memberiku ijin untuk menikah lagi, dengan syarat suami yang baru haruslah pria yang sholeh yang berhati santun dan berniat menikahiku karena Allah.

Saya hanya menangis saja mendengar semua pembicaraannya, saya hanya menganggapnya sebagai sebuah igauan, sampai saya sadar setelah suami tidak ada, bahwa semua igauannya adalah amanat yang berat untuk saya tunaikan.

Semoga di Februari 2014 ini, saya mendapatkan kembali kebahagiaan yang hilang, aamminn!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar