Aku
Rindu si Macho
Oleh
: Aisha Khairunnisa
“Dasar pemalas!!!” teriakku di pagi
hari, sebuah bantal mendarat tepat diatas punggungnya. Dia hanya menggeliat,
kemudian keluar dari selimutnya dan turun dari ranjang, sekilas kemudian dia berjalan
keluar kamar, lalu mantapku tajam dari balik pintu.
Duhhh! Cara berjalannya yang gagah
dan tegap, tatapan matanya yang tajam, jarang sekali bersuara, dia hanya
mengeluarkan suara jika perlu saja, itulah yang paling aku suka darinya.
Pejantan yang tak rewel!
Entahlah, mengapa aku tiba-tiba saja
marah padanya, padahal tak ada masalah yang dia buat, pun dia tidak membuatku
cemburu, tapi marahku di pagi itu telah membuatnya minggat dari rumah. Mungkin
karena aku akan menstruasi jadi emosiku tak terkendali, maafkan aku sayang!
Ya Tuhan! Rindu ini sekarang begitu
membuncah, rindu yang sangat tak tertahankan. “Aku ingin dia kembali”, bisikku
dalam hati.
Sudah tiga hari dia tak pulang,
rupanya dia masih marah padaku, teringat masa-masa indah bersamanya.
Tatkala dia mencium ujung kakiku dengan
kumisnya yang tebal, aku merasa geli, tapi aku suka, atau ketika dia merebahkan
tubuhnya diatas perutku, berat memang, tapi membuatku hangat, atau ketika dia
meringkuk di belakang punggungku, atau ketika dia mencium rambutku,
mengacaknya, dan membuatku kesakitan, tapi tak pelak aku tertawa lepas, aku rindu
semua itu.
Kami memang selalu menjalani hari-hari
bersama, tidur berdua, makan berdua, nonton berdua, walau kami jarang saling
bertutur kata, kami selalu sibuk dengan dunia kami masing-masing, kami jarang
saling berkomunikasi, tapi kami saling mengerti dan memahami, kecuali ke kamar
mandi, barulah kami melakukannya sendiri-sendiri, namun kami saling menjaga dan
menyayangi, kami selalu berbagi kehangatan.
Aku suka memnggilnya si Macho, karena
dia memang macho, jika kupanggil dengan nama itu, dia tak pernah marah, dia
malah nampak suka dengan panggilan itu, mata coklatnya yang selalu menatapku
dengan tajam, terasa teduh, tapi dia begitu manja, selalu ingin aku belai dan kupeluk
hangat, akupun tak segan untuk menciumnya, terkadang kubiarkan dia menempelkan
kumisnya dileherku, kebahagiaan dan kepuasaan menjalari jiwaku setelah
kulakukan semua itu.
*****
Hujan mulai turun ketika aku baru pulang
dari tempat kerja, tak nampak sedikitpun dia sudah kembali, tidak ada bekas
telapak kaki di atas keset atau lantai di teras rumah seperti biasanya. Apalagi
jika musim hujan tiba, dia sama sekali tak suka berbasah-basahan diluar rumah, pasti
dia langsung berlindung ke dalam teras, atau merebahkan diri di sofa depan TV.
“Hmmmm!!!” gumamku, lalu kuedarkan
pandangan ke sekeliling ruangan, dia tetap tak nampak, padahal sudah
kuwanti-wanti bi Imah asistenku untuk mengawasinya, tapi bi Imah tak memberiku
kabar apapun tentangnya, aku khawatir dia sakit, ohh atau mungkin dia sengaja
ngumpet supaya aku mencarinya? Manja banget ya ! Huhhh!
Hujan turun semakin deras, senja pun
mulai menyapa, namun si macho tak pulang juga, aku semakin khawatir, apakah dia
punya yang lain?
Kutatap hujan lewat jendela ruang
tamu, sengaja aku belum tutup gordinnya, kuberharap dia cepat kembali,
kupanjatkan do’a khusus untuknya.
Tiba-tiba, dia muncul di kegelapan
malam, aku segera berhambur memburunya keluar rumah, ya Tuhan! Jalannya
pincang, wajahnya berlumuran darah segar, dia terluka! Siapa yang melukaimu
sayang?
“Meeoonngggg!!” pekiknya manja!, aku
segera memeluknya dan membawanya pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar