Daftar Isi

Selasa, 28 Januari 2014

Maafkan Mama, Anakku!



Sebuah kejadian yang menimpa anak saya nomor dua, kami memanggilnya Kakak, sekarang sudah kelas 7 di sebuah pesantren di kota kami, kejadian itu membuat saya merenung lama dan menyadari kehilafan saya sebagai ibu.

Ketika duduk di kelas 6, suatu hari sepulang dari sekolah, hari selasa siang waktu itu. Kakak pulang dengan wajah pucat pasi, keringat membasahi tubuhnya, juga kepala dan wajahnya, telapak tangannya juga sama, namun tidak terasa demam, malah kaki dan dan tangannya dingin sekali, dia mengeluh sakit di dadanya, sambil membaringkan tubuhnya di depan saya yang sedang asyik nulis,

“Ma, dadaku sakitttt!!!” Keluhnya pelan seraya memegang dadanya, spontan saya menoleh ke arahnya dan memegang dadanya, Subhanallah! Engga menyangka dadanya berdegup kencang, degup suaranya sampai terdengar keluar, *seperti dalam film kartun ketika ada tokoh yang jantungnya berdegup karena kaget, bunyinya sampai terdengar dug dug dug keras, dan dadanya bergerak-gerak.

Kakak juga persis seperti itu,
“Kita ke dokter nanti sore!” bisik saya pelan, dia mengangguk, namun Teteh saya yang melihat kejadian itu marah besar,

“Jangan ditunda-tunda itu mah jantung, cepat bawa ke UGD!” paksanya, saya baru ‘ngeh’ betul banget apa kata saudara perempuan saya itu, bagaimana kalau ditunda-tunda?

Saya berlari ke jalan depan rumah memanggil becak, dan segera membawanya ke UGD.


Dokter jaga di RSUD Cianjur segera memeriksanya, perawat dan dokter juga merasa kaget, sebab detak jantung itu tak normal, setelah menjelaskan kepada dokter sebisanya, dokter meminta saya menunggu beberapa saat, sambil menjaga  Kakak, saya menangis dan berdo’a tentunya, walaupun di UGD saat itu ramai sekali dengan pasien yang datang silih berganti.

Saya segera menelepon semua keluarga besar, takut terjadi apa-apa dengan  Kakak.

Setelah lama menunggu, dan Kakak diperiksa dengan alat pendeteksi jantung, seorang dokter menghampiri dan berbisik,

“Maaf bu, menurut dokter anak yang ada disini, alat-alat disini kurang lengkap, kemungkinan jantung anak ibu ada sedikit masalah, kami belum bisa melayani secara maksimal, kami rujuk ke RS Hasan Sadikin saja, gimana bu?” 

“Ya!” tanpa pikir panjang saya mengangguk, dan segera memberi kabar semua saudara lagi, saya bingung mau apa, sedangkan baru enam bulan yang lalu suami saya meninggal di RSUD ini.

Diiringi adzan magrib, kami membawa Kakak ke RS Hasan Sadikin yang jaraknya +/- 60 km dari Cianjur dengan ambulance, suara ambulance yang memekan telinga itu, mengingatkan saya kembali pada almarhum suami, airmata terus berderai tak terbendung.

***

Di RS Hasan Sadikin, Kakak segera ditangani dokter jaga, beberapa pertanyaan membuat saya bosan menjawabnya, untung ada seorang saudara yang mengantar, jadi bagian dia yang menjawab pertanyaan setiap dokter yang bertanya, belum lagi pertanyaan dari para calon dokter yang sedang tugas praktek.


Saya menunduk dalam, di hati berkecamuk beribu pertanyaan, sayapun lancang bertanya pada Tuhan,

“Ya Allah! Kenapa engkau beri saya ujian seberat ini, ada apa dengan saya? Apa salah saya?” 

Sepanjang malam saya merenung, mengapa tiba-tiba anak saya yang badannya ‘sterek’ dan jarang sakit ini, tiba-tiba dijangkiti penyakit berat dan vital, secara fisik dia paling bongsor dan tegap, rasanya tak mungkin kalau tiba-tiba serangan jantung, hobinya olahraga, ada apa ini?

Saya terus merenung dan mencari jawaban sendiri, di keheningan malam, dan sepanjang hari selama Kakak dirawat di RS Hasan Sadikin.

Setelah berapa hari, saya baru ingat suatu kejadian dulu ketika saya hamil Kakak.
Kehamilan Kakak, anak saya yang kedua ini tak terdeteksi, saya tidak merasa mual ataupun ngidam, hanya suami yang berubah aneh, senengnya makan yang pedas-pedas dan beli rujak, uring-uringan tidak karuan, kami tidak menyadari waktu itu kalau diperut saya sudah ada janin baru, padahal Aa anak sulung kami baru berumur delapan bulan.

Saya tidak ikut program KB karena saya pikir tidak mungkin hamil karena sedang menyusui, lagi pula saya siap kalau hamil lagi biar si Sulung ada teman main.

Namun salahnya, saya minum jamu-jamu dan obat warung ketika sakit, tanpa petunjuk dokter, karena saya tidak sadar sedang hamil, kebetulan setelah kelahiran anak pertama saya tidak mendapat haid, jadi tidak ketahuan hamil atau tidaknya.

Setelah sepuluh bulan usia si Sulung baru saya periksa ke dokter karena badan saya jadi gemuk, setelah cek laboratorium baru ketahuan kalau saya sedang hamil dua bulan, Astagfirullah!

Mungkin inilah yang menjadi penyebab ‘konsletnya’ sebagian kecil serabut jantung Kakak, obat-obatan yang sembarangan saya minum, yang notabene tidak boleh diminum oleh ibu yang sedang  hamil muda.

Ya Allah saya menerima ujian ini karena kekhilafan saya sebagai ibu, 
“Maafkan Mama ya Kakak!, semoga kamu sehat terus sampai akhir hayat, aamiinn!”

*Alhamdulillah setelah diberi obat dan mengikuti petunjuk dokter ahli jantung, serta diberi minum Omega Squalane (Ssst... bukan iklan ya! ) Kakak mulai membaik, kalau habis bermain bola dan olahraga berat lainnya, Kakak tidak mudah merasa capek lagi.

10 komentar:

  1. moga anaknya sehat terus y mbak

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah si Kakak sudah baikan.
    Duh memang mengerikan ya kalau lagi hamil minum berbagai macam obat-obatan.
    Syukurlah bisa diketahui penyebab sakit si Kakak.

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah sekarang kakak sudah sehat kembali ya Teh.

    BalasHapus
  4. Semoga Kakak diberi terus diberi kesehatan dan semangat untuk belajar dan beraktivitas yaaaa. Aamiin.

    BalasHapus
  5. Ikut deg-degan membacanya
    Syokurlah jagoan sehat kembali
    Jaga dan awasi anak-anak ya Jeng
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  6. Ya Pak dhe Inshaa Allah!, trims ya!

    BalasHapus