Siapa
dia?
Oleh
: Aisha Khairunnisa
Sejak awal aku kenal dia, aku sangat
heran, karena ayahku selalu menolak kehadirannya di hatiku, bahkan di rumah
ini, padahal bagiku dialah pria terakhir yang aku paling cinta diantara sekian
lelaki yang datang melamarku, hanya dia yang aku mau dan kurindu, entah mengapa
cinta ini begitu menghunjam semakin dalam di lubuk hati setelah mengenalnya
sekian bulan, namun?
“Memangnya tidak ada laki-laki
lain?” sergah ayah suatu hari setelah dia pulang, aku hanya tertegun,ayah
seolah tak pernah merasa muda dan merasakan jatuh cinta, aku menunduk dan
menangis kemudian meninggalkan ayah sendirian,
“Kalau kamu mau,biar ayah carikan
laki-laki lain saja yang lebih mapan dan lebih baik seglanya” paksa ayah
seketika setelah dia datang melamarku, aku menggeleng keras sebagai tanda
penolakan, kemudian berlari sekuat tenaga dan menumpahkan semua air mataku di
atas kasur, aku tak mengerti apa yang ayah mau, pria seperti apa yang ayah
inginkan untuk dijadikan sebagai menantu, kalau dilihat dan dibandingkan dengan
suami-suami ketiga kakakku, dia lebih segalanya dari semua menantu ayah yang
lain, dari wajah dia paling tampan, pendidikan paling tinggi, kehidupan paling
mapan, harta paling banyak, jabatan paling tinggi, kesolehan tak diragukan,
lalu apa lagi?
Ayah jatuh sakit, aku terpaksa
menunda hari kunjungan dia dan orangtuanya, namun dia tak kecewa, dia hanya
tersenyum mendengar alasanku, keluarga besarnya pun mafhum
“Ayah sakit gara-gara kamu!” tukas
kakakku yang pertama ketus, seolah akulah penyebab sakitnya ayah,
“Coba kamu ikuti nasehatnya, pasti
ayah tak kan sakit” pinta kakaku yang kedua kasar, aku hanya terdiam, aku tak
mengerti apa maunya ayah dan semua kakakku itu, mereka tak mengerti perasaanku,
mereka tak tahu betapa dalam cintaku padanya, lelaki yang telah membuatku luluh
karena kesolehan dan kemandiriannya, karena kutahu sejak lahir dia sudah ditinggalkan
ayahnya, namun ibunya yang merawatnya dengan penuh kasih sayang telah
membuatnya menjadi pria sejati idaman hatiku, begitu juga dengan ayah tirinya
yang telah mendidiknya menjadi seorang pria yang penuh cinta dan perhatian,
semua keluargaku tak tahu apa yang kuinginkan, andai saja ibu masih ada...!
“Nur!” panggil ayah pelan, aku menghampirinya
yang sedng terbaring di atas tempat tidur yang sudah lusuh, sejak ibu meninggal
ayah semakin tak terurus, matanya cekung dan badanya semakin kurus
“Nur!” ulangnya,
“Ya, Ayah!” aku mengusap keningnya
yang berkeringat dingin
“Kalau kau memang mencintai lelaki
itu, cintailah sepenuh hati, namun kau jangan menyesal diakhir nanti” lanjutnya
lirih, aku menarik nafas panjang, aku tak mengerti apa maksud ayah dengan
kata-kata itu,sungguh aku tak akan menyesal menikah dengan dia
“Jangan kau salahkan ayah!’ pintanya
pilu, aku mengangguk pelan, namun tetap tak mengerti
***
Pesta pernikahan yang sederhana
segera digelar, aku sangat terharu dan bahagia, walau tak dihadiri ibu, namun
bahagia karena ayah sudah merestui dan menghadiri, tapi...
“Maafkan ayah!’ bisik ayah pelan di
telingaku, isak tangisnya tertahan seraya memelukku, akupun menangis terharu,
“Bahagiakah kau menjadi istriku?”
dia berbisik di telingaku di malam pertama, aku tersenyum bahagia dan
memeluknya erat,
“Maafkan ibu tak bisa hadir, karena
beliau mendadak sakit” lanjutnya, aku mengangguk
“Tak apalah yang penting kita sudah
bahagia” kuusap wajahnya untuk pertama kalinya, dia tersenyum bahagia seraya
mencium keningku, rasa bahagia kini menyelimuti hati kami berdua
***
“Ayah jahat! Ayah pecundang! Ayah pengecutt!!”
aku mengamuk sejadinya, tangis ini pecah membahana di ruang tamu, semua orang
berusaha menenangkanku, sedangkan yang lainnya mengurus jenazah suamiku,
kulempari ayah dengan benda apa saja yang ada di dekatku, ayah yang merasa
bersalah menutupi wajahnya dengan bantal, dia menangis sesenggukan di pojok
ruang tamu, aku seperti anak kecil yang kesetanan, karena merasa dikhianati
oleh ayah sendiri, pantas saja selama ini ayah gelisah dengan kehadiran dia,
pantas saja ayah merasa kikuk berbincang dengan dia, yang sudah beberapa tahun
menjadi suamiku, begitu juga dengan ibu mertua, keduanya menyimpan rahasia yang
sangat rapi, aku tidak menyangka kalau suamiku
anak ayah juga.
Aku merasa bumi inipun berhenti
berputar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar