Cianjur, 22 Februari 2014.
Hujan
mengguyur Cianjur sejak pagi dini hari sampai tengah malam menjelang keesokan
harinya, hujan seakan tak mau berhenti sama sekali untuk terus membasahi tanah
dan rumah kami, Alhamdulillah kami bersyukur untuk itu semua, itu artinya kami
masih mempunyai cadangan air dalam perut bumi untuk kami pergunakan nanti jika
musim kemarau tiba.
Seharusnya,
pada tanggal ini, kami menikmati indahnya hari bertujuh, saya, suami dan lima
anak kami, karena tanggal 22 Februari adalah tanggal pernikahan saya dan suami,
tapi..!!
Drrrr...
Handphone
saya bergetar tanda ada SMS masuk,
‘Ma, nanti ke asrama ya, pak ustadz
mau ngomong sama Mama’
Si
sulung ternyata,
‘Ngomongin apa?’ saya suka langsung alert kalau ngomong
sama laki-laki yang bukan mahrom apalagi kalau sudah beristri, takut ah
dicemburuin istri orang
‘Tentang sekolah aku Ma!’
‘Ohh oke, nanti Mama kesana habis
dzuhur ya’ jawab saya, saya pun melanjutkan lamunan saya seraya
menatap titik air hujan yang terus mengguyur bumi.
Saya
lupa seharusnya habis dzuhur saya meluncur ke gedung KNPI di Panembong karena
ada lomba baca puisi yang diselengarakan oleh FLP Cianjur, tapi urusan si
sulung juga lebih penting, akhirnya saya membatalkan janji dengan teman-teman
di FLP.
Di
asrama, saya bertemu dengan guru pembimbing si Sulung, beliau memberikan solusi
tentang SMA yang menurutnya cocok untuk anak saya yang akan lulus dari SMP
tahun ini, saya menyerahkan keputusan pada si Sulung karena dia sudah remaja, menurut
saya anak laki-laki itu harus mandiri, dan menentukan sekolah pilihan
selanjutnya adalah hak dia, saya hanya mendorong dengan do’a dan berusaha untuk
mencari rizki demi memenuhi kebutuhannya di sekolah nanti.
“Ma,
aku pengen seperti pak Ustadz sekolahnya sampai tinggi, S2 dan teman-temannya
yang kuliah di luar negeri juga banyak, ada uang di Australia, Amerika, Saudi
Arabia, Mesir dan sebagainya” begitu tinggi keinginnanya untuk melanjutkan
sekolah yang tinggi, dia memang semangat mengejar cita-citanya menjadi dosen,
saya hanya tersenyum dan terharu menyimak ceritanya,
“Ya
terserah Aa, asal Aa mau berusaha dan terus belajar, Mama hanya bisa mendo’akan,
semoga kamu berhasil, soal biaya itu urusan Allah saja!” dengan sedikit
terharu, saya utarakan dukungan saya untuknya, si Sulung nampak semangat dan
senyumnya merekah.
Selesai
berbincang dengan si Sulung, anakku yang kedua aku ajak berbicara, di pelataran
mesjid pesantren itu kami berbincang, dan ditemani hujan yang semakin deras dan
udara dingin,
“Kaka
gimana futsalnya?”
“Hmm
ga jadi ikutan Ma, tapi ikutan volley aja!”
“Kenapa?”
saya sebenarnya merasa kecewa si Kaka ga jadi ikutan main futsal,
soalnya sepatu futsalnya baru banget dibeliin minggu yang lalu,
“Kata
pak Ustadz takut kalau aku sakit lagi”
“Ohh
gapapa deh yang penting ikutan lomba volley ya!”
“Latihan
sih suka ikutan kok ,Ma!” dia terdiam sejenak,
“Ma,
aku SMA nya mau ke SMK aja ya”
“Jangan
ah!, tapi kalau bisa yang sambil pesantren ya”
“Ahh
ga bebas ,Ma!”
“Engga
bisa, harus sambil pesantren kata Babeh!”
“Oke
deh Ma!, Cuma abis SMK aku mau langsung kerja, nanti kuliah sambil kerja, udah
gitu aku mau beli rumah sendiri yang kecil aja dulu”
Oalaahhh,
jauh banget ya cara mikirnya, si Sulung malah pengen kuliah sampai S2 dan ke
luar negeri, adiknya malah keluar SMA mau langsung kerja dan beli rumah
sendiri.
Saya
hanya tersenyum, mendengar penuturan keduanya,
“Ya
gimana Kaka aja, yang penting kamu sehat dan terus sekolah yang bener!”
“Ya
donk ,Ma!”
Punya
anak banyak ternyata beda-beda keinginan dan cita-citanya, masih kecil sudah
punya pikiran pengen sekolah ke luar negeri atau beli rumah, bagus deh!
*Mama
sayang kamu semua kok, dan pasti mendo’akan untuk keselamatan kamu semua dunia akhirat,
pelukkkk cintakuu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar