Daftar Isi

Senin, 24 Februari 2014

Obrolan Di Sore Hari



Cianjur, 22 Februari 2014.

Hujan mengguyur Cianjur sejak pagi dini hari sampai tengah malam menjelang keesokan harinya, hujan seakan tak mau berhenti sama sekali untuk terus membasahi tanah dan rumah kami, Alhamdulillah kami bersyukur untuk itu semua, itu artinya kami masih mempunyai cadangan air dalam perut bumi untuk kami pergunakan nanti jika musim kemarau tiba.

Seharusnya, pada tanggal ini, kami menikmati indahnya hari bertujuh, saya, suami dan lima anak kami, karena tanggal 22 Februari adalah tanggal pernikahan saya dan suami, tapi..!!

Drrrr...

Handphone saya bergetar tanda ada SMS masuk,

‘Ma, nanti ke asrama ya, pak ustadz mau ngomong sama Mama’

Si sulung ternyata,

‘Ngomongin apa?’ saya suka langsung alert kalau ngomong sama laki-laki yang bukan mahrom apalagi kalau sudah beristri, takut ah dicemburuin istri orang

‘Tentang sekolah aku Ma!’ 

‘Ohh oke, nanti Mama kesana habis dzuhur ya’ jawab saya, saya pun melanjutkan lamunan saya seraya menatap titik air hujan yang terus mengguyur bumi.

Saya lupa seharusnya habis dzuhur saya meluncur ke gedung KNPI di Panembong karena ada lomba baca puisi yang diselengarakan oleh FLP Cianjur, tapi urusan si sulung juga lebih penting, akhirnya saya membatalkan janji dengan teman-teman di FLP.

Di asrama, saya bertemu dengan guru pembimbing si Sulung, beliau memberikan solusi tentang SMA yang menurutnya cocok untuk anak saya yang akan lulus dari SMP tahun ini, saya menyerahkan keputusan pada si Sulung karena dia sudah remaja, menurut saya anak laki-laki itu harus mandiri, dan menentukan sekolah pilihan selanjutnya adalah hak dia, saya hanya mendorong dengan do’a dan berusaha untuk mencari rizki demi memenuhi kebutuhannya di sekolah nanti.

“Ma, aku pengen seperti pak Ustadz sekolahnya sampai tinggi, S2 dan teman-temannya yang kuliah di luar negeri juga banyak, ada uang di Australia, Amerika, Saudi Arabia, Mesir dan sebagainya” begitu tinggi keinginnanya untuk melanjutkan sekolah yang tinggi, dia memang semangat mengejar cita-citanya menjadi dosen, saya hanya tersenyum dan terharu menyimak ceritanya,

“Ya terserah Aa, asal Aa mau berusaha dan terus belajar, Mama hanya bisa mendo’akan, semoga kamu berhasil, soal biaya itu urusan Allah saja!” dengan sedikit terharu, saya utarakan dukungan saya untuknya, si Sulung nampak semangat dan senyumnya merekah.

Selesai berbincang dengan si Sulung, anakku yang kedua aku ajak berbicara, di pelataran mesjid pesantren itu kami berbincang, dan ditemani hujan yang semakin deras dan udara dingin,

“Kaka gimana futsalnya?”

“Hmm ga jadi ikutan Ma, tapi ikutan volley aja!”

“Kenapa?” saya sebenarnya merasa  kecewa si Kaka ga jadi ikutan main futsal, soalnya sepatu futsalnya baru banget dibeliin minggu yang lalu,

“Kata pak Ustadz takut kalau aku sakit lagi”

“Ohh gapapa deh yang penting ikutan lomba volley ya!”

“Latihan sih suka ikutan kok ,Ma!” dia terdiam sejenak,

“Ma, aku SMA nya mau ke SMK aja ya”

“Jangan ah!, tapi kalau bisa yang sambil pesantren ya”

“Ahh ga bebas ,Ma!”

“Engga bisa, harus sambil pesantren kata Babeh!”

“Oke deh Ma!, Cuma abis SMK aku mau langsung kerja, nanti kuliah sambil kerja, udah gitu aku mau beli rumah sendiri yang kecil aja dulu”

Oalaahhh, jauh banget ya cara mikirnya, si Sulung malah pengen kuliah sampai S2 dan ke luar negeri, adiknya malah keluar SMA mau langsung kerja dan beli rumah sendiri.

Saya hanya tersenyum, mendengar penuturan keduanya,

“Ya gimana Kaka aja, yang penting kamu sehat dan terus sekolah yang bener!”

“Ya donk ,Ma!”

Punya anak banyak ternyata beda-beda keinginan dan cita-citanya, masih kecil sudah punya pikiran pengen sekolah ke luar negeri atau beli rumah, bagus deh! 

*Mama sayang kamu semua kok, dan pasti mendo’akan untuk keselamatan kamu semua dunia akhirat, pelukkkk cintakuu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar